Perjalanan Menuju Matahari
Sebuah Esai
Ilustrasi gambar oleh +Korekgraphy
Hidup
adalah sebuah uraian-uraian peristiwa dalam alur waktu. Kita belajar
mengetahui, merancang, dan menjadi. Mengetahui apa yang patut diketahui,
merancang apa yang didambakan, menjadi apa yang dapat dijalani. Dalam sebuah
peristiwa tertentu, pasti ada pelajaran yang bisa dipetik, meskipun terkadang
waktunya tidak tepat. Apa yang diharapkan terkadang tak seperti apa yang
dibutuhkan, dan apa yang dibutuhkan terkadang menyingkirkan apa yang
diharapkan. Membutuhkan berarti hidup sesungguhnya tidaklah dijalani seorang
diri saja. Mengharapkan berarti hidup juga menginginkan sesuatu yang lebih dari
apa yang dibutuhkan.
Hidup sudah pasti anugrah, tapi
tidak bagi semua orang. Terkadang ada beberapa yang hanya bisa mengeluh dengan
hidupnya sendiri. Menyalahkan diri sendiri, orang-orang sekitar, bahkan
menyalahkan Tuhan bila kebutuhan, keinginan, dan harapan tidak seperti apa yang
didapatkan. Tapi selayaknya makhluk ciptaan, sudah sepantasnya kita mesti bersyukur
dari hidup itu sendiri, dan apa yang telah diberikan oleh hidup itu. Karena
setidaknya kita telah diberi kesempatan, kesempatan untuk kembali kepada
hakikat, kembali kepada kesucian, dan kembali kepada rimba asal kita, Syurga.
Beberapa orang menjalani hidup
dengan penuh tantangan sebelum akhirnya mendapati kebahagiaan, beberapa pula
menjalani hidup tanpa harus bersusah payah mungkin karena lahir dari keluarga
yang mumpuni, beberapa orang lainnya menjalani hidup dari campuran kedua hal tersebut.
Bukan hanya perjalanan hidup yang berbeda-beda, setiap orang sudah pasti
memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda, namun ada juga yang bahkan tidak
memiliki tujuan hidup sama sekali.
Sifat yang diturunkan Tuhan kepada
setiap ciptaanNya pun berbeda-beda. Watak, karakter, fisik, hingga hal lain
manusia sudah pasti berbeda. Seakan misteri dan teka-teki bagi ciptaanNya untuk
menggunakan pemberianNya sebaik-baiknya dan sewajar-wajarnya. Yang mensyukuri
pemberian itulah yang mendapatkan apa yang dibutuhkan dan apa yang diharapkan.
Yang tidak mensyukuri pemberian itu akan menempuh hidup yang tidak mudah,
nurani, hati, jiwa, dan perasaan akan tidak karuan karena tidak tertuju pada
sang Maha Pencipta.
Tapi Tuhan tetap Maha Adil, semua
makhlukNya dipandang sama rata, dengan memberi kesempatan yang sama kepada
setiap hambaNya untuk beribadah, mendapatkan nikmat, tantangan, ujian bahkan
bencana yang sama. Tinggal bagaimana diartikan sedalam-dalamnya bahwa apa-apa
yang diberikan Tuhan semata-mata hanyalah titipan yang akan berguna tergantung
bagaimana dipergunakan oleh setiap hambaNya.
Fadly Fahry S. Wally
Komentar
Posting Komentar