Otak Pengkhayal


Sebuah Esai


 Ilustrasi gambar dari @RobGonsalves. Surealis.
 

Hanya ada khayalan dalam kepala laki-laki itu. Dia masih muda. Hidupnya tak lebih panjang dari khayalan, tak lebih singkat dari tidur. Dunianya dia bangun sendiri, dunia yang bernama dunia sepi. Dia pecinta sepi dan pembenci keramaian. Baginya kesendirian adalah anugrah. Dia dapat mengkhayalkan, memimpikan berbagai hal bila sendiri. Keramaian hanyalah kepengapan baginya yang membuat otak tidak dapat berpikir dan berkhayal dengan baik. Alasan lainnya, adalah dia bisa lebih dekat dengan hal-hal imajinasi, hal-hal yang baginya hidup dengan dunia masing-masing. Dia berkhayal bahwa tumbuhan hidup, dia berkhayal hewan saling berbicara, dia berkhayal matahari selalu memberi salam, dia berkhayal malam yang mengistirahkan dengan damai semua.
            Otaknya sangat mampu untuk berpikir. Dan karena itu pula dia terlanjur menjalankan rencananya, ide-idenya, mimpi-mimpinya hanya dalam pikiran semata. Bukan sekedar imajinasi semu semata, semua hal yang mampu dia sampaikan melalui mulut ia simpan rapi dalam kotak memori ingatannya. Hidup begitu aneh untuknya yang terus berkhayal. Menjunjung idealism, dan penentang realita kehidupan yang sedang terjadi. Baginya dia mengkhayalkan kebenaran, dia memikirkan kebaikan, dia merasa muak dengan dunia yang saat ini dia huni dengan makhluk-makhluk lainnya. Hidup seperti fatamorgana, begitulah yang tertera di kapalanya. Dia merasa ada banyak hal yang terjadi tidak seperti apa yang dikonsepkan. Dan itu membuatnya lebih nyaman hidup dalam dunia imajinasi semunya. Dunia yang baginya anti-klimaks dari fatamorgana kehidupan nyata.
            Sudah sejak kecil dia menjadi pengkhayal, sebelum akhirnya menjadi pemimpi. Namun, tidak serta merta dia tinggalkan dunia yang penuh kebersamaan dan kehangatan. Dia hidup dengan keluarga dan beberapa orang yang disebutnya sahabat. Tapi khayalannya tetap mendominasi otaknya. Dia bukan seseorang yang pandai berbaur dan bergaul, itulah mengapa dunia nyata begitu sempit baginya. Tak seperti alam imajinasinya yang luas. Dia selalu memikirkan konsep-konsep kehidupan yang seharusnya diterapkan, memimpikan memiliki cinta sejati, mengangankan membawa dunia khayalannya ke dunia nyata, agar orang-orang bisa tahu tentang apa yang dia khayalkan. Dia ingin berbagi semuanya, dan hanya kepada beberapa orang saja dapat dia bagikan. Meskipun tak semua orang yang dia bagikan khayalan dapat menerimanya tapi setidaknya akan ada sesuatu yang membekas, dia hanya berharap demikian.

Fadly Fahry S. Wally

Komentar

Postingan Populer