Desember dan Rindu Yang Tumpah Di Bajumu
Zona
Sastra Embun, sebuah percakapan 29 Desember 2015
Ilustrasi gambar dari @RobGonsalves. Surealis.
Fadly :
Desember adalah rindu yang tumpah di bajumu
Jihan :
Dibajumu ada noda yang membekas
Fadly :
Barangkali itu tentang gelisah yang tak berujung atau...
Jihan : Kau
ingat tentang kisah cinta kita yang dahulu
Fadly : Kisah
yang pernah selesai, untukmu...untukku
Jihan :
Akankah kisah itu kembali terulang kembali?
kisah yang penuh dengan tanda tanya
kisah yang penuh dengan tanda tanya
Fadly : Tapi
malam membatasi dan pagi tak kunjung menghampiri.
Hingga sepi menggumpal setitik demi setitik
menjadi kabut-kabut elegi.
Suci : Dan
itulah titik yang ditakuti dari mencintaimu,
ketika kamu memintaku
ketika kamu memintaku
menghentikan rasa padahal aku hanya punya
kamu di pikiranku saja.
Fadly : Kita
seperti sebuah jalan dengan dua lajur dan dua jalur.
Hanya pada satu titik akan menyatu. Yang
entah apa...
Suci :
Mungkin perlu kau renungkan lagi dengan sambil memeluk erat, banyak
keinginanmu, tentang yang mana kebahagiaan
nyata dan
yang mana kebahagiaan semu.
yang mana kebahagiaan semu.
Jihan :
Kurasakan rindu ini telah menghasut hati ini,
tapi apa mau buat ku tahu siapa diriku
tapi apa mau buat ku tahu siapa diriku
dan siapa dirimu.
Fadly :
Sementara jiwaku terus terselimuti rindu yang tak mampu dikendalikan
Seperti lapar yang menginginkan kenyang
dan gelap yang menginginkan terang.
dan gelap yang menginginkan terang.
Jihan :
Apakah aku salah atau diriku yang terlalu bodoh
karena tak bisa berpaling darimu
karena tak bisa berpaling darimu
dan keegoisanmu.
Fadly :
Bukankah kita sedang sama-sama membangun hari esok?
Bukankah matahari pun tetap terlelap kala
malam?
Bukankah rembulan ternyata tak memiliki siang?
Lantas baiknya kita mesti lebih luas membagi
diri
agar dunia melapangkan jalan
agar dunia melapangkan jalan
untuk berlari.
Jihan : Kau
terlalu sibuk dengan kesibukan-kesibukan
yang tak kuinginkan darimu,
yang tak kuinginkan darimu,
Kuselalu
peduli denganmu,
tapi kau tak pernah hiraukan sedikitpun perasaan ini
tapi kau tak pernah hiraukan sedikitpun perasaan ini
kepadamu.
Perasaanku hilang entah
dimana.
Entah kemana, kumencari siapa yang bertanggungjawab
atas hilangnya semua ini.
Entah kemana, kumencari siapa yang bertanggungjawab
atas hilangnya semua ini.
Kubingung, pikiranku
kacau.
Dimana jalan untuk
memperhubungkan hubungan ini.
Dimana?
Dimana?
Fadly : Dan
bukankah hati adalah jalan penghubung?
menjaga kasih dan rindu bersambung.
menjaga kasih dan rindu bersambung.
Lantas mengapa bertanya tentang kehilangan?
bila hati masih menjaga perasaan.
bila hati masih menjaga perasaan.
Jihan :
Penghubung? jikalau hati ini menjadi penghubung mengapa kau
dan aku tak lantas dipertemukan ?
dan aku tak lantas dipertemukan ?
Kau disana dan aku disini,
hatiku ini hanya padamu tak tahu tujuan kemana hatimu.
hatiku ini hanya padamu tak tahu tujuan kemana hatimu.
Fadly : Maka
bergeraklah.
Bila jarak adalah jeruji,
maka beranjaklah agar tak terjerat duri.
maka beranjaklah agar tak terjerat duri.
Mengapa membutuhkan, tapi enggan menghampiri?
Ruri : Kau
perlu tahu kawan.
Jarak tak selalu menjadi jeruji,
pun jarak takkan berduri bila
Jarak tak selalu menjadi jeruji,
pun jarak takkan berduri bila
egois tak mencumbui rindu.
Tanpa bersua tanpa pertemuan.
Doa tetap menjadi doa. Takkan ada duri dalam
doa.
Takkan ada jeruji dalam kerangka doa.
Bengkel Seni Embun
Komentar
Posting Komentar