Liga Korupsi
Para pejabat berkumpul di lapangan hijau, bukan untuk bermain sepak bola, tapi untuk berlomba-lomba menggelembungkan saku.
"Aturan mainnya sederhana," kata wasit sambil mengipas-ngipaskan tumpukan uang. "Siapa cepat, dia dapat. Siapa rakus, dia juara."
Di bangku penonton, rakyat menonton dengan mata yang semakin layu. Mereka memegang tiket masuk yang harganya setara sebulan gaji.
Para pemain saling mengoper amplop coklat. Sesekali mereka melihat ke tribun pers, memastikan tidak ada kamera yang merekam.
Seorang pemain veteran tersenyum bangga. "Saya sudah mencetak gol triliunan," katanya sambil mengelap keringat dengan lembar kontrak.
Di ruang ganti, mereka berganti pakaian: pagi berbaju dinas, siang berbaju tahanan. Besoknya, kembali berbaju dinas lagi.
Seorang hakim meniup peluit. "Pelanggaran!" teriaknya. Tapi setelah menerima bisikan, dia mengubahnya jadi, "Permainan dilanjutkan."
Di sebuah sel, seorang mantan juara menulis memoar: "Cara Menjadi Kaya Tanpa Perlu Bekerja Keras."
Liga korupsi tidak pernah usai, hanya berganti musim dan pemain. Piala emasnya berpindah-pindah dari satu kantong ke kantong lainnya.
Ambon, 28 Februari 2025
Komentar
Posting Komentar