Dinasti Badut (Fiksi Mini)

Raja Topeng yang Agung mengenakan mahkota berlian palsu di atas hidung merah karet. Sudah tiga puluh tahun ia memerintah Kerajaan Sirkus dengan tawa yang dipaksakan dan air mata yang dicat. Rakyatnya sudah lupa kapan terakhir kali tertawa sungguhan.

"Putraku," kata Raja Topeng kepada Pangeran Kembang Api, "saatnya engkau belajar seni memerintah. Pertama-tama, ingatlah selalu tersenyum meski hatimu menangis. Kedua, buat rakyat tertawa agar mereka lupa lapar. Ketiga, dan yang terpenting, jangan pernah biarkan mereka tahu bahwa kita juga manusia biasa di balik topeng ini."

Pangeran Kembang Api mengangguk sambil melatih senyum di depan cermin. Ia sudah terbiasa dengan riasan tebal yang menutupi kantung mata dan bekas luka keraguan. "Ayah, bagaimana jika suatu hari mereka bosan dengan pertunjukan kita?"

"Maka kita akan membuat pertunjukan yang lebih besar lagi," jawab Raja Topeng. "Kita akan undang seluruh keluarga ke atas panggung. Paman Balon, Bibi Permen Kapas, sepupu-sepupu dari Dinasti Sulap. Semakin banyak badut, semakin meriah pertunjukan."

Di luar istana, para rakyat mengantri untuk mendapat tiket gratis menonton sirkus harian. Mereka tertawa keras ketika melihat aksi para badut yang terjatuh berkali-kali, tidak menyadari bahwa yang jatuh sebenarnya adalah mereka sendiri. Beberapa penonton mulai bertanya-tanya mengapa badut-badut itu selalu yang sama, mengapa tidak ada wajah baru, mengapa cerita yang dibawakan itu-itu saja.

"Papa," bisik putri kecil kepada ayahnya, "mengapa badut-badut itu tidak pernah melepas topeng mereka?"

Sang ayah terdiam sejenak, kemudian menjawab pelan, "Mungkin karena mereka takut kita tidak akan mengenali mereka tanpa topeng itu, sayang."

Di sudut arena, seorang badut tua yang sudah pensiun duduk termenung. Ia ingat zaman dulu ketika sirkus adalah tempat keajaiban sungguhan, bukan teater politik berkedok hiburan. Ia melihat bagaimana dinasti ini tumbuh seperti jamur di musim hujan, menyebar ke setiap sudut kerajaan dengan janji-janji manis yang tak pernah ditepati.

"Pertunjukan harus tetap berlanjut," gumam badut tua itu sambil menatap poster besar yang menampilkan wajah tersenyum palsu keluarga kerajaan. "Tapi sampai kapan rakyat akan terus membeli tiket untuk menonton kebohongan?"

Sementara itu, di balik layar, Raja Topeng sedang mempersiapkan pengumuman penting. Ia akan segera mengumumkan bahwa Pangeran Kembang Api akan menikah dengan Putri Gulali dari kerajaan tetangga, menggabungkan dua dinasti badut terbesar di daratan ini.

"Dengan pernikahan ini," kata Raja Topeng kepada para penasihatnya yang juga mengenakan topeng, "kekuasaan kita akan bertahan hingga cucu-cicit. Dinasti Badut akan abadi!"

Para penasihat bertepuk tangan dengan antusias, meski di balik topeng mereka, beberapa menahan tangis melihat betapa jauhnya mereka telah menyimpang dari cita-cita awal membahagiakan rakyat.

Dan pertunjukan pun terus berlanjut, dengan penonton yang semakin hari semakin berkurang, namun para badut tetap tersenyum di atas panggung yang semakin rapuh.

Karena dalam Dinasti Badut, pertunjukan tidak pernah boleh berhenti, meski dunia di sekitarnya telah berubah dan rakyat telah tumbuh dewasa.


Dalam setiap topeng ada wajah yang tersembunyi, dan dalam setiap tawa yang dipaksakan, ada tangis yang terpendam.


Sastragrafi19

Juli 2025

Komentar