Mengapa Puisi?
Ketika kita berbicara tentang puisi, kita tidak sekadar membicarakan rangkaian kata yang disusun dengan indah. Puisi adalah manifestasi dari kemampuan manusia untuk mengekspresikan pengalaman yang paling dalam dan kompleks melalui bahasa yang dipadatkan dan diperkaya. Namun, mengapa puisi tetap relevan di era digital yang serba cepat ini? Apa yang membuat bentuk ekspresi kuno ini tetap bertahan dan bahkan berkembang di tengah bombardir informasi yang tak henti?
Perspektif Kognitif
Penelitian neurosains modern memberikan perspektif menarik tentang bagaimana puisi mempengaruhi otak manusia. Zeman et al. (2013) dalam studinya di Journal of Consciousness Studies menemukan bahwa membaca puisi mengaktifkan area otak yang berkaitan dengan memori autobiografi dan refleksi diri. Lebih menarik lagi, area otak yang teraktivasi ketika membaca puisi berbeda dengan area yang aktif ketika membaca prosa biasa.
Wassiliwizky et al. (2017) dalam penelitiannya di Social Cognitive and Affective Neuroscience mengungkapkan bahwa mendengarkan puisi dapat menginduksi "merinding" (aesthetic chills) yang serupa dengan respons terhadap musik. Hal ini menunjukkan bahwa puisi memiliki kemampuan unik untuk menggerakkan emosi manusia pada level yang sangat mendalam.
Dalam konteks kesehatan mental, puisi telah terbukti memiliki nilai terapeutik yang signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Heimes (2011) dalam jurnal Arts in Psychotherapy menunjukkan bahwa terapi puisi dapat membantu individu mengatasi trauma, depresi, dan kecemasan. Proses menulis dan membaca puisi memungkinkan individu untuk mengekspresikan dan mengolah emosi yang sulit diungkapkan dalam bahasa sehari-hari.
Akhirnya dari perspektif kognitif, puisi menawarkan cara unik untuk memproses dan memahami pengalaman. Davis (2016) dalam penelitiannya di Cognitive Psychology menunjukkan bahwa exposure terhadap puisi dapat meningkatkan kemampuan berpikir metaforis dan kreativitas. Metafora dan simbol dalam puisi tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga sebagai alat kognitif yang membantu kita memahami konsep-konsep abstrak melalui pengalaman konkret.
Konteks Sosial dan Digital
Puisi juga memiliki peran penting dalam perubahan sosial. Ciardiello (2010) dalam penelitiannya di The Reading Teacher menunjukkan bagaimana puisi telah digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran sosial dan menciptakan empati lintas budaya. Puisi memungkinkan kita untuk melihat dunia melalui perspektif orang lain dan memahami pengalaman yang mungkin sangat berbeda dari pengalaman kita sendiri.
Menariknya, era digital tidak mematikan puisi—justru sebaliknya. Platform media sosial telah melahirkan fenomena "Instapoetry" yang menjangkau pembaca baru. Pfeiler (2020) dalam studinya di World Literature Today mengamati bagaimana puisi digital telah menciptakan komunitas baru dan cara-cara baru dalam berinteraksi dengan teks puitis.
Puisi bertahan dan tetap relevan karena ia memenuhi kebutuhan fundamental manusia akan ekspresi, pemahaman, dan koneksi. Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa puisi bukan sekadar bentuk seni, tetapi merupakan alat kognitif, terapeutik, dan sosial yang powerful. Di era di mana efisiensi dan kecepatan menjadi prioritas, puisi mengingatkan kita akan pentingnya kontemplasi, refleksi, dan eksplorasi makna yang mendalam.
Mungkin pertanyaannya bukan lagi "Mengapa puisi?" tetapi "Bagaimana kita bisa hidup tanpa puisi?" Dalam dunia yang semakin kompleks dan terfragmentasi, puisi menawarkan cara untuk menemukan koherensi dan makna dalam pengalaman manusia.
Fadly Fahry S. Wally, Oktober 2024
Komentar
Posting Komentar