Januari di Ambon: Refleksi Memori Kolektif Konflik dalam Puisi
Kota Ambon pernah mengalami konflik kemanusiaan parah, tepat 19 Januari 1999. Konflik laten multidimensi tersebut menimbulkan dampak kerusakan masif di berbagai sektor kehidupan. Rekonsiliasi berangsur dilakukan usai Malino II disepakati.
Konflik tersebut meninggalkan jejak tersendiri dalam benak saya, yang kemudian hari membentuk perspektif berpikir dan nazar untuk me-reka memori konflik dalam bentuk tulisan. Tahun 2015, sebuah buku puisi berjudul Peristiwa Januari lahir sebagai sebuah kamuflase pertama, meskipun tidak khusus berkisah tentang memori tersebut. Tahun 2019, secara lebih serius saya menulis skripsi berjudul Pembangunan Politik Pasca Konflik Kemanusiaan di Kota Ambon. Dan tahun 2023, buku puisi terbaru saya juga mengulik beberapa puisi dengan topik Ambon.
Dua puisi ini merupakan refleksi dari memori kolektif pasca konflik, 19 Januari.
JANUARI KELABU
Januari itu kelabu kotaku
isyarat peristiwa besar,
ibarat kelam
tapi bukan bencana alam
Gencatan laras panjang
mengguncang
takdir yang matang
darah menganga
tangis air mata,
dan nyawa tak berdosa hilang di sana
Januari itu kotaku kelabu
Warna langit dan laut seteru
Ayah kehilangan baju,
anak mencari sepatu,
ibu meraba tungku
waktu di putaran dadu
Kelabu kotaku meracau suara
Tak ada sungkawa mengisi udara
Belas kasih punah macam tak kentara
Januari itu angkara mengaksara
Di buku sejarah bersampul sengsara
Kelabu kotaku bertinta merah menyala
19 Januari 2009
(Dari buku Sajak Kecil Manusia, 2023)
PAGI DI AMBON
Pagi di Ambon,
lengah kaku saja
Kami sedang bersimpati
pada malam yang telah pergi,
lagu kedamaian
Pagi di Ambon,
jalanan lagi damai
ada yang merayap
ada sepi, sepi saja
Pagi di Ambon,
bagai lautan jiwa menengadah lagi
Kami meminta rezeki
Kami meminta perhentian beda obsesi
Pagi di Ambon,
sepanjang bibir pantai,
sepanjang teluknya,
kami sedang mencuci dosa semalam
12 Januari 2012
(Dari buku Peristiwa Januari, 2015)
Fadly Fahry S. Wally



Komentar
Posting Komentar