Sebuah Catatan tentang Aku
Phrase || Sebuah Catatan tentang Aku
Aku mendengarkan apa yang tak
didengar orang-orang, dan membaca apa yang tak terbaca orang-orang. Aku ingin
menjadikan dunia ini sebagai ladang bercocok tanam, akan ketahuan mana petani
handal dan mana yang bukan. Setiap aku punya mimpi, mimpi itu terlebih dahulu
padam oleh pendapat suara-suara sumbang. Katanya, “cukup idealis dan pragmatis, tidak perlu bermimpi, hidup bukan tentang sesuatu yang belum pasti”. Di
setiap aku punya mimpi, mimpi selalu gugur oleh dahannya sendiri, realita dunia
tidak memberikanku cukup ruang untuk membentuk dimensi baru.
Tapi
aku lebih tahu siapa aku. Dan aku lebih jeli untuk merasakan dan memperjuangkan
apa yang dianggap orang-orang mustahil. Tiada cukup untuk menjadi seorang
rasionalis tanpa mengedepankan perasaan yang peka di dalamnya. Aku bermimpi
ingin menjadi pelopor di antara orang-orang itu, tapi sama halnya dunia, mereka
tak memberikanku ruang untuk sedikit berorasi di mimbar alam.
Kemudian
dalam beberapa kesempatan yang sebaliknya, aku mencoba memberi lebar ruang
untuk orang-orang mendapatkan apa yang mereka inginkan. Aku mencoba untuk
berlaku adil sesuai fitrah yang diberi Tuhan kepada manusia. Bahwa, semua
manusia mempunyai hak yang sama di dunia. Dan aku sadari hal itu untuk kemudian
memperlakukan kaidah itu sesuai konteksnya.
Aku
mulai menulis tentang mimpi-mimpiku dalam kertas-kertas putih, berhak
orang-orang membacanya dan menyadari kalau semua itu semata untuk membawa
mereka dalam kehidupan yang lebih baik. Sebab, aku merasa kehidupan bersama harus
diperbaiki dan aku punya kewajiban untuk itu. Karena bagiku, gagal hidupku
jikalau orang-orang di sekitarku tidak mampu aku jadikan pribadi-pribadi yang
baik. Percuma menjadi jutawan bila
orang-orang sekeliling justru miskin melarat, dan lebih parah lagi bila aku dan
mereka sama-sama miskin dan melarat.
Sulit
untuk menjadi pemimpin, tapi akan lebih sulit lagi bila tak pernah ingin
menjadi pemimpin. Setiap lelaki tercipta sebagai pemimpin bagi keluarganya. Dan
beberapa lelaki tertentu punya porsi lebih untuk menjadi pemimpin. Itu bukan
sebatas karena kemauan, tapi karena punya mimpi-mimpi yang terangkai
sebelumnya. Namun, menjadi pemimpin bukanlah tanggungjawab yang mudah. Pemimpin
lebih mencintai orang-orang yang dipimpinnya daripada dirinya sendiri, itulah
tugas moral seorang pemimpin.
Kembali
lagi. Dunia tak menyajikan apa kita ingini dengan begitu saja. Bahkan untuk
memakan seekor ikan pun kadang seseorang harus menyelam. Dan untuk melihat luasnya
lautan seseorang harus mengayuh deras perahunya. Tidak ada yang akan bergerak
bila tidak ada yang menggerakan, dan tidak akan ada yang tergerak bila tak ada
sosok penggerak. Mudah untuk menggerakkan kemudi, tapi lebih tidak mudah untuk
mengarahkan kemana kemudi tersebut dipacu. Hidup butuh arah dan pengarah.
Sebuah
petuah berbunyi, tidak ada pelaut handal yang terlahir ombak yang sedang-sedang
saja. Lautan begitu biru oleh fatamorgana langit. Dan dia akan jadi sebuah
filosofi mematikan bila fatamorgana itu semakin terlihat seperti biru
kehitam-hitaman. Lautan maha dalam. Permukaannya adalah biru muda menyala,
sedang jantungnya adalah biru tua kegelapan. Sebaik-baik mencari ilmu, carilah
ilmu dengan cara menyelam. Lantas, dengan menyelam ke jantung lautan dengan
ruang nafas yang semakin sempit.
Komentar
Posting Komentar