Global Sumud Flotilla: Sehimpunan Puisi


I. Sumud*: Akar yang Menancap

Sumud bukan sekadar bertahan
sumud adalah filosofi
tentang akar yang menancap
semakin keras badai
semakin dalam ia merangkak
ke perut bumi

di Gaza, sumud adalah
bangun pagi meski rumah rata
memasak meski tungku padam
tersenyum meski air mata mengering
hidup meski kematian mengetuk setiap saat

kami datang
bukan untuk mengajari sumud
melainkan untuk belajar darinya
dan membawa sedikit kekuatan
bagi mereka yang sudah sangat kuat

(*SumudKeteguhan) 

II. Flotilla

armada kami berlayar
dengan bendera kemanusiaan
di lautan yang dikuasai
oleh hukum besi

setiap kapal adalah manifesto:
bahwa memberi makan
adalah hak asasi
bahwa menyembuhkan luka
adalah kewajiban moral
bahwa menembus blokade
adalah tugas peradaban

kami bukan bajak laut
kami adalah pelaut hati nurani
yang menolak untuk diam
ketika dunia memilih lupa

flotilla kami adalah sumud yang bergerak
membawa ketahanan
untuk mereka yang sudah sangat tabah

III. Mata Rantai Solidaritas

dari Jakarta hingga Istanbul
dari Kuala Lumpur hingga Cape Town
dari Belfast hingga Buenos Aires

kami adalah bukti
bahwa kemanusiaan
tidak mengenal peta politik
tidak tunduk pada veto
tidak berhenti pada checkpoint

kami berbicara dalam
satu bahasa universal:
bahasa kemanusiaan
yang tidak mengenal
perbatasan atau blokade

karena air mata
tidak punya kewarganegaraan
lapar tidak punya agama
dan kematian anak-anak
adalah tragedi
bagi seluruh umat manusia

kami adalah mata rantai
yang menolak putus
meski ada yang mencoba memotongnya
dengan pisau sanksi
dengan gunting propaganda
dengan palu intimidasi

IV. Filosofi Air

air tidak bertanya
kepada siapa ia akan mengalir
ia hanya mengalir
ke tempat yang paling rendah
ke tempat yang paling membutuhkan

begitulah seharusnya
kemanusiaan mengalir
tanpa syarat
tanpa diskriminasi
tanpa perhitungan politik

kami adalah air
yang mengalir ke Gaza
bukan karena kami pahlawan
melainkan karena kami manusia
yang masih ingat
bagaimana rasanya haus

V. Melawan Lupa

ada tembok-tembok
yang dibangun dari beton
ada tembok-tembok
yang dibangun dari hukum
ada tembok-tembok
yang dibangun dari ketakutan

tapi tidak ada tembok
yang bisa menghalangi
air yang meresap
tidak ada blokade
yang bisa menahan
cinta yang mengalir

blokade terbesar
bukan yang dibuat dari kapal perang
melainkan yang dibuat dari
kelupaan kolektif

dunia sudah terlatih
untuk melupakan Gaza
seperti melupakan berita kemarin
seperti melupakan janji-janji kemarin

maka kami berlayar
sebagai pengingat hidup
bahwa ada manusia
yang tidak boleh dilupakan
ada penderitaan
yang tidak boleh dinormalisasi
ada ketidakadilan
yang tidak boleh diabaikan

VI. Dialog dengan Laut

"Laut," kata kami,
"engkau yang tidak pernah memihak
yang membawa kapal perang
dan kapal perdamaian
dengan ombak yang sama

izinkanlah kami melewatimu
bukan untuk menaklukkan
melainkan untuk menyambung
umat manusia yang terputus"

dan laut menjawab
dengan gelombang yang keras:
"Aku tidak melarang
akulah yang ditaklukkan
oleh mereka yang takut
pada kekuatan cinta"

VII. Doa Para Pelaut

Ya Tuhan yang mengatur lautan
dan mendengar tangis anak yatim
jadikanlah kapal-kapal kami
sumud yang bergerak
di atas air asin

jadikanlah layar-layar kami
bendera kemanusiaan
yang berkibar melawan angin
ketidakadilan

dan jika kami harus tenggelam
tenggelamkanlah kami
bersama keyakinan
bahwa memberi minum
kepada yang kehausan
lebih mulia
dari seribu pidato
tentang perdamaian

VIII. Wasiat Flotilla

jika kami tidak sampai
ceritakanlah pada dunia
bahwa kami pernah mencoba

jika kami ditenggelamkan
ingatlah bahwa ada orang-orang
yang rela mati
hanya untuk membuktikan
bahwa kemanusiaan
belum mati

jika kami ditawan
ketahuilah bahwa penjara
tidak bisa mengurung
semangat berbagi

setiap kapal yang tenggelam
akan tumbuh sepuluh kapal baru
setiap pelaut yang ditawan
akan menginspirasi seribu pelaut baru
setiap bantuan yang diblokir
akan memicu sejuta niat baik baru

karena sumud itu menular
seperti virus kebaikan
yang tidak bisa dikarantina

IX. Manifesto Sumud

kami bukan pahlawan
melainkan manusia biasa
yang memilih untuk tidak biasa

kami tidak mencari medali
melainkan mencari makna
dalam dunia yang kehilangan arah

kami tidak menjanjikan kemenangan
melainkan menjanjikan kehadiran
di saat dunia memilih absen

sumud mengajarkan:
tetaplah berdiri meski diterjang
tetaplah memberi meski dirampas
tetaplah mencintai meski dibenci
tetaplah hidup meski dikubur hidup-hidup

X. Epilog

suatu hari
ketika sejarah ditulis ulang
dengan tinta yang lebih jujur

mereka akan bertanya:
"di mana kamu ketika Gaza terkepung?"

dan kami akan menjawab:
"kami di laut
mencoba membuktikan
bahwa air lebih kuat dari tembok
bahwa arus kemanusiaan
lebih deras dari politik
bahwa sumud bukan milik satu bangsa
melainkan warisan seluruh umat manusia"

Global Sumud Flotilla berlayar
bukan untuk tiba
melainkan untuk membuktikan
bahwa masih ada yang berangkat

dan itu sudah cukup
untuk menjaga api sumud
tetap menyala
di tengah malam yang panjang

 

#freePalestine🇵🇸

Fadly Fahry S. Wally
Depok, Oktober 2025








Komentar