Tuan yang Tersesat
"Maaf," kata seorang tuan
kepada sepasang sendal jepit
yang tergeletak di depan warung,
"apa kalian lihat kehormatanku?
Sepertinya terjatuh di sekitar sini."
kepada sepasang sendal jepit
yang tergeletak di depan warung,
"apa kalian lihat kehormatanku?
Sepertinya terjatuh di sekitar sini."
Sendal jepit itu diam saja,
terlalu sibuk menopang kaki-kaki letih
para pembeli mi rebus
yang baru pulang dari kerja rodi
di gedung-gedung tinggi.
"Aneh," gumam sang tuan
sambil membetulkan dasi,
"padahal tadi pagi masih ada,
kupakai untuk menyapa cermin,
bersama gelar kebangsawananku."
Ia pun bertanya pada secangkir kopi,
yang sedang menikmati kepulan asapnya
di meja plastik yang goyah.
"Wahai kopi, kau yang hitam dan rendah,
maukah membantuku mencari kehormatanku?"
Kopi itu tersenyum pahit,
"Tuan, kehormatanmu mungkin tersesat
di antara kesombongan dan keangkuhan,
atau mungkin tertinggal
di ruang tunggu kemanusiaan."
Sang tuan menggaruk kepala,
yang tak gatal tapi bingung.
Ia lalu duduk di kursi plastik
bersebelahan dengan tukang becak
yang sedang menyeruput kopi.
"Sepertinya aku butuh istirahat,"
katanya pada diri sendiri,
"mungkin besok saja kucari lagi
kehormatan yang hilang itu,
kalau masih ada yang peduli."
Di sudut warung,
sendal jepit dan secangkir kopi
diam-diam tersenyum,
menyaksikan seorang tuan besar
yang akhirnya belajar duduk sama rendah.
Depok, 24-12-2024
Komentar
Posting Komentar