Fragmen 10 November

(bukan puisi)

Gambar hanya pemanis.


Ilmu itu mahal, tapi guru dibayar rendah. 
Politisi yang terkadang bermodal uang, jaringan dan retorika tipu-tipu malah mendapat jaminan dan fasilitas mentereng. Menyejahterakan belum tentu, habisin uang negara nomor satu.

Hari ini hari Pahlawan, tapi mereka yang mendidik calon-calon pahlawan bangsa justru terpinggirkan dari arena percaturan. Menonton dan terlupakan dengan teratur. Padahal ilmu dan didikan mereka bukan barang instan macam game online atau tiktokan yang bikin lupa waktu. Mereka memberi bekal hidup yang dinikmati bahkan meski hidup telah tinggal nama. Yang ber-NIP masih mending, yang honorer bikin merinding.

Ongkos politik kita dimahal-mahalkan tapi kualitasnya terperih-ngerikan. Sialnya, kedaulatan memang beralaskan uang, sementara demokrasi macam meja judi legal formal. Alhasil janji-janji retoris bertolak belakang dengan realitas di lapangan. Administrasi yang masuk keluar pintu, makin tambah nominal makin lancar segala sesuatu. Belum lagi karena kenalan, keluarga, keluarganya kenalan, kenalannya berkeluarga, sampai tujuh turunan nepotisme punya tahta.

Tapi jangan membanding-bandikan guru dan politisi, satu membangun yang satu menyamun. Yang satu dikritik manut, yang satunya dikritik balik menuntut. Tulisan inipun cuma kelakar, yang bila dibaca cuma ingar sebentar kemudian terbenam tanpa kabar. 
Dah, ah. 

10 November 2020, dari tanah bekas luka.
Fadly Fahry S. Wally

Komentar

Postingan Populer