PERIHAL BERPINDAH YANG TAK PERNAH BERGERAK

Sebuah usaha tanpa mengapa.

Aku tidak pernah menyangka mencintaimu sejauh ini. Sejauh kesendirian yang mengajakku tetap bertahan dalam ketiadaanmu. Sedang di waktu yang sama, kamu sembunyi di balik punggungnya.

Katamu setiap cinta ada waktunya. Tapi begitu waktuku tiba, kamu persingkat bahkan kamu percepat. Padahal waktumu aku lapangkan, sebab aku percaya cinta butuh keleluasaan untuk tumbuh berkembang.
Katamu setiap kesempatan perlu digunakan. Tapi begitu kesempatanku datang, kamu abaikan bahkan kamu hilangkan. Padahal kesempatanmu aku bukakan, sebab aku percaya cinta berawal dari persoalan memberi, menerima dan memahami, bukan membatasi, mengabaikan dan tidak peduli.

Aku bisa bertahan dari kesepian melawan keseharian tanpamu. Puisi-puisiku sudah terbiasa tumbuh tanpa ibu. Kata-kataku sudah terbiasa berkembangbiak tanpa kamu.
Aku rawat sendiri pohon-pohon harapan menjadi hutan belantara. Yang di dalamnya perasaanku menjalar liar tanpa terkendali. Yang di dalamnya cintaku rimbun tersimpan di antara celah-celah matahari.

Aku bisa bertahan meski musim dingin mengajak hibernasi. Mengajak memulai tidur panjang hingga membeku mati. Meski kepal jemariku kaku dihantam badai abadi. Sebab lebih mengenaskan memusnahkan perasaan yang telah tumbuh, terawat dan terjaga sepanjang hayat daripada menyerah oleh keadaan yang menipu diri.

Aku tidak pernah menyentuhmu secara langsung. Keberanianku tersarung kata-kata. Aku tak ingin menyentuh bunga yang terkatup, maka itu setiap hari aku menunggu mekarnya tanpa lelah.

Serasa ingin aku menghapus segala masa lalu, menggantinya dengan misteri hari esok. Tapi jika itu terjadi, artinya aku turut menghapus kamu. Dan itu berat.

Kenyataannya sampai hari ini aku memang stagnan di kamu. Hal-hal baru yang datang tak sepenuhnya merebut hatiku. Mereka hanya menghiburku, bukan menggantimu.

Menyadari aku tak lagi di sisimu seperti terbangun tengah malam dengan mimpi-mimpi yang tak selesai. Tapi saat itu pula aku berdoa, memastikan esok pagi kau akan terbit di hatiku.

Aku pernah mengatakan "aku melihat Tuhanku di dalam dirimu", dan itu masih aku rasakan. Sebab segala kebaikan dari tulisan-tulisanku adalah sari-sari semu kehadiranmu.
Aku masih merasa aku punya kesempatan menjadi 'sesuatumu', entah kenangan terbaikmu atau masa depan terhebatmu.

Kamu tahu, memilih jatuh cinta padamu kemudian bertahan dalam keadaan itu bukan proses sehari dua hari berpikir. Aku melakukannya setiap hari. Bahkan di saat aku ingin berhenti melakukannya, perasaanku bertumbuh dua kali lipat padamu.

Aku tahu puisiku perlu pendewasaan, sebab itu aku mencintaimu tanpa paksaan. Tanpa memaksamu melakukan penerimaan-penerimaan, atas perasaanku yang semakin keterlaluan.

Kamu pun tahu, aku tak selancang hasrat yang minta diikuti. Aku bisa menahan segala perasaan meski itu berarti seperti menyayat tubuh sendiri dengan luka-luka penantian, dengan tumpah darah harapan. Aku percaya jatuh cinta itu menyenangkan sekaligus menguatkan. Dan untuk jadi kuat, aku harus bisa melewati uji kesetiaan. Setia mencintaimu tanpa kepastian.

(Fadly Fahry S. Wally)

Komentar

Postingan Populer